Jumat, 25 November 2011

ASKEP MYASTHENIA GRAVIS

A.Definisi
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer) . Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth 2002)
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi impuls pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2002).

B.Etiologi
Penyebaba gangguan ini tidak diketahui, tetapi kemungkin terjadi karena gangguan atau destruksi reseptor asetilkolin pada persimpangan neoromuskular akibat reaksi autoimun. Kontraksi otot mengalami kerusakan menyebabkan kelemahan otot.

C.Manifestasi Klinik
Kelemahan otot ekstrim dan mudah mengalami kelelahan
Diplobia (penglihatan ganda)
Ptosis (jatuhnya kelopak mata)
Disfonia (gangguan suara)
Kelemahan diafragma dan otot-otot interkosal progressif menyebabkan gawat napas.

D.Diagnostik Test
1.Test serum anti bodi resptor ACh yang positif pada 90% pasien.
2.Test tensilon : injeksi iv memeperbaiki respon motorik sementara dan menurunkan gejala pada krisis miastenik untuk sementara waktu memperburuk gejala-gejala pada krisis kolinergik.
3.Test elektro fisiologis untuk menunjukan penurunan respon rangsangan saraf berulang.
4.CT dapat menunjukan hiperplasia timus yang dianggap menyebabkan respon autoimun.

E.Patofisiologi dan Penyimpangan KDM
Dasar ketidk normalan pada miastenia gravis adalah adanya kerusakan pada trasmisi inpuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran post sinaps pada sambungan neuromuskuler. Penelitian memperlihakan adanya penurunan 70-90% reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuskuler setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap langsung melawan reseptor asetilkolin (AChR) yang merusak transmisi neuromuskuler.

F.Proses keperawatan
1.Pengkajian
oDisfungsi sistem saraf
a)Gangguan penglihatan: diplopia dan ptosis karena kelemahan okuler
b)Ekspresi wajah seperti topeng karena keterlibatan otot-otot muka
c)Disafria atau disvagia karena kelemhan faringeal dan laringeal.
oKelemahan otot yang ekstrim dan mudah letih dengan aktivitas dan bicara yang berulang
oKemungkinan keterlibatan pernapasan dengan penurunan kapasitas vital
2.Diagnosa Keperawatan
oPola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan.
oKerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot volunter.
oResiko terhadap aspirasi yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot bulbar.

3.Intervensi dan implementasi
Pemantauan
1)Pantau status pernapasan pasien untuk melihat adanya kemumgkinan gagal napas dan krisis miastenik atau kolinergik.
2)Waspadai adanya tanda-tanda krisis yang mengancam :
a)Distres pernapasan mendadak
b)Tanda-tanda disvagia, disarfria, ptosis dan diplobia
c)Takikardia, ansietas
d)Pantau respon pasien terhadap terapi obat
3)Pantau respon pasien terhadap terapi obat
Perawatan penunjang
1)Berikam medikasi sehingga efek puncaknya bersamaan dengan makan danaktivitas esensial.
2)Bantu pasien membuat jadwal aktivitas yang realistik
3)Berikan periode istirahat untuk meminimalkan keletihan
4)Berikan alat bantu untuk membantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari meskipun terjadi kelemahan.
5) Jika pasien menderita diplopia berikan penutp mata untuk menggunakan mata yang lain untuk meminimalkan resiko terjatuh.
6)Untuk menghindari aspirasi :
a)Ajari pasien untuk memposisikan kepala pada posisi sedikit fleksi untuk melindungi jalan napas ketika sedang makan
b)Sediakan alat pegisap sehingga pasien dapat mengoprasikannya
c)Jika pasien sedang krisis atau mengalami gangguan menelan berikan cairan iv dan makan melalui selang nasogastrik, tinggikan kepala pada tempat tidur setelah pemberian makan
d)Jika pasien memakai ventilator mekanik berikan pengisapan yang sering, kaji bunyi napas dan periksa, laporkan hasil sinar-X dada.
7)Tunjukan pasien bagaimana caranya menahan dagu dengan tangan untuk menopang rahang bawah untuk membantu berbicara
8)Jika bicara terganggu dengan sangat parah anjurkan pasien untuk menggunakan metode komunikasi alternatif seperti kartu flash atau papan huruf.

Pendidikan pasien dan pemeliharaan kesehatan
1)Instruksikan pasien dan keluarga berkaitan dengan gejala krisis miastenia.
2)Ajari pasien cara-cara untuk mencegah krisis dan memburuknya gejala;
a)Hindari terpajan flu dan inveksi lain
b)Hindari panas atau dingin yang berlebihan
c)Beritahu pasien untuk menginformasikan pada dokter gigi tentang kondisi, karena penggunaan prokain (navokaine) tidak ditoleransi dengan baik dan dapat mencetuskan krisis
d)Hindari kesedihan secara emosional
3)Ajari pasien dan keluarga berkaitan dengan penggunaan pengisap rumah
4)Tinjau kembali masa puncak obat dan bagaimana menjadwalkan akivitas untuk mendapatakn hasil yang baik
5)Tekankan pentingnya priode istirahat yang terjadwal untuk menghindari keletihan
6)Anjurkan pasien untuk memakai gelang kewaspaan medis.

4.Evaluasi
1) Mencapai fungsi pernapasan adekuat
a)Menunjukan frekuensi pernapasan dan kedalaman pernapasan normal, dan kekuatan otot normal.
b)Mentaati jadwal medikasi yang ditetapkan.
c)Menyatakan bahwa tas resusitasi dan pengisapan fortabel untuk digunakan dirumah.
d)Mengihindari situasi yang dapat mencetuskan flu dan infeksi, yang dapat memperberat gejala.
2)Beradaptasi pada kerusakan mobilitas
a)Menetapkan program istirahat dan latihan yang seimbang.
b)Mengidentifikasi tindakan untuk menghemat energi.
c)Menggunakan alat-alat bantu
d)Menetapkan maantaati jadwal medikasi yang memaksimalkan kekuatan otot.
3)Tidak mengalami aspirasi
a)Menunjukan bunyi napas normal
b)Makan dengan lambat dan memilih diet (lunak) yanag sesuai.
c)Menetapkan jadwal medikasi yang sesuai dengan waktu makan.
4)Mengalami pemulihan krisis miasteniak dan kolinergik
a)Menyebutkan tanda dan gejala.
b)Mentaati program medikasi
c)Menggunakan gelang waspada medik.

Rabu, 09 November 2011

ASKEP KEJANG

I. PENGERTIAN
a). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu meningkat disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
b). Kejang adalah pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf cortex serebral yang ditandai dengan serangan yang tiba – tiba (marillyn, doengoes. 1999 : 252)
II. ETIOLOGI
Penyebab dari kejag demam dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu :
1. Obat – obatan
racun, alkhohol, obat yang diminum berlebihan
2. Ketidak seimbangan kimiawi
hiperkalemia. Hipoglikemia dan asidosis
3. Demam
paling sering terjadi pada anak balita
4. Patologis otak
akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi, peningkatan tik
5. Eklampsia
hipertensi prenatal, toksemia gravidarum
6. Idiopatik
penyebab tidak diketahui
III. PATOFISIOLOGI
IV. MANIFESTASI KLINIK
Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu :
1. Kejang demam sementara
· Umur antara 6 bulan – 4 tahun
· Lama kejang <15 menit
· Kejang bersifat umum
· Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam
· Tidak ada kelainan neurologis, baik klinis maupun laboratorium
· Eeg normal 1 minggu setelah bangkitan kejang
2. Kejang demam komplikata
· Diluar kriteria tersebut diatas
V. KOMPLIKASI DARI KEJANG DEMAM
1. hipoksia
2. hiperpireksia
3. asidosis
4. ernjatan atau sembab otak
VI. FASE – FASE KEJANG DEMAM
1. Fase prodromal
Perubahan alam perasaan atau tingkah laku yang mungkin mengawali kejang beberapa jam/ hari
2. Fase iktal
Merupakan aktivitas kejang yag biasanya terjadi gangguan muskulosketal.
3. Fase postiktal
Periode waktu dari kekacauan mental atau somnolen, peka rangsang yang terjadi setelah kejang tersebut.
4. Fase aura
Merupakan awal dari munculnya aktivitas kejang, yang biasanya berupa gangguan penglihatan dan pendengaran.
VII. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Pemberian diazepam
· dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/ kg bb/ dosis iv (perlahan )
· bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosisi ulangan setelah 20 menit
2. Turunkan demam
· anti piretik : para setamol atau salisilat 10 mg/ kg bb/ dosis
· kompres air biasa
3. Penanganan suportif
· bebaskan jalan nafas
· beri zat asam
· jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
· pertahankan tekanan darah
VIII. PENCEGAHAN KEJANG DEMAM
1. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan anti piretika pada penyakit yang disetai demam.
2. Pencegahan kontinu untuk kejang komplikata
· fenobarbital : 5 – 7 mg/ kg BB/ 24 jam dibagi 3 dosis
· fenotoin : 2- 8 mg/ kg BB/ 24 jam 2 – 3 dosis
· klonazepam : indikasi khusus
3. Diberikan sampai 2 tahun bebas kejang atau sampai umur 6 tahun
IX. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Elektrolit : tidak seimbang dapat berpengaruh pada aktivitas kejang
2. Glukosa : hipoglikemia dapat menjadi presipitasi (pencetus) kejang.
3. Ureum/ kreatinin : dapat maningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang
4. Kadar obat dalam serum : untuk membuktikan batas obat anti konvulsi yang terapeutik.
5. Elektroensepalogram (eeg) : dapat melokalisir daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik, mengukur aktivitas otak.
X. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Data Dasar Pasien
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas
Tanda : perubahan tonus dan kekuatan
2. Sirkulasi
Gejala : iktal : hiertensi, peningkatan nadi, sianosis
Postiktal : depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
3. Elimnasi
Gejala : inkontinensia episodik
Tanda : iktal : peningkatan tekanan kandung kemih
Posiktal : inkontenensia urine
4. Makanan dan cairan
Gejala : sensitivitas terhadap makanan, mual, muntah
Tanda : kerusakan jaringan lunak (cidera selama kejang)
5. Neurosensori/ kenyamanan
Gejala : riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsang, pusing
Postiktal : kelemahan, nyeri otot, area paralitik
6. Pernafasan
Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun/ cepat, peningkatan sekresi mukus
B. Diagnosa Yang Mungkin Muncul
1. Resiko terhadap penghentian pernafasan barhubungan dengan kelemahan dan kehilangan koordinasi otot besar dan kecil
2. Bersihkan jalan nafas inefektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial dan peningkatan sekresi mukus
C. Intervensi Keperawatan
DX 1 : Resiko Terhadap Penghentian Pernafasan Berhubungan Dengan Kelemahan Dan Kehilangan Koordinasi Otot Besar Dan Kecil
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan penghentian pernafasan tidak terjadi
Kriteria hasil :
RR dalam batas normal (16 – 20 x/ menit )
Tak kejang
Klien mengungkapkan perbaikan pernafasannya
Intervensi :
1. Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur dengan tempat tidur rendah
R/ : mengurangi trauma saat kejang
2. Masukan jalan nafas buatan yang terbuat dari plastik / biarkan pasien menggigit benda lunak atara gigi.
R/ : menurunkan resiko terjadinya trauma mulut
3. Observasi TTV
R/ : menentukan kegawatan kejang dan intervensi yang sesuai
4. catat tipe dari aktivitas kejang
R/ : membantu untuk melokalisir daerah otak
5. Lakukan penilaian neurologis, tingkat kesadaran, orientasi
R/ : mencatat keadaan postiktal dan waktu penyembuhan
6. Biarkan tingkah laku “ automatik” tanpa menghalangi
R/ : untuk menghindari cidera atau trauma yang lebih lanjut
7. Kolaborasi dalam pemberian obat anti convulsi
R/ : untuk mencegah kejang ulangan
DX 2 : Bersihan Jalan Nafas Inefektif Berhubungan Dengan Peningkatan Sekresi Mukus, Obstruksi Jalan Nafas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil : sekresi mukus berkurang
tak kejang
gigi tak menggigit
Intervensi :
1. Anjurkan klien mengosongkan mulut dari benda
R/ : menurunkan aspirasi atau masukanya benda asing ke faring
2. Letakan klien pada posisi miring dan permukaan datar
R/ : mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen
R/ : untuk memfasilitasi usaha bernafas
4. Masukan spatel lidah
R/ : untuk membuka rahang dan mencegah tergigitnya lidah
5. Lakukan penghisapan lendir
R/ : menurunkan resiko aspirasi