A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi
a. Tumor ialah Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan benigna
(jinak) dalam setiap bagian tubuh. Pertmbuhan ini tidak bertujuan,
bersifat parasit dan berkembang dengan mengorbankan manusia yang menjadi
hospesnya. (Sue Hinchliff, kamus Keperawatan, 1997).
b. Tumor otak adalah tumor jinak pada selaput otak atau salah satu otak
(Rosa Mariono, MA, Standart asuhan Keperawatan St. Carolus, 2000)
c. Karsinoma otak (maligna) adalah neoplasma yang tumbuh di selaput otak.
d. Neoplasama ialah sekumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel
yang tumbuh terus menerus secara terbatas, tidak terkoordinasi dengan
jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh. (Patologi, dr. Achmad
Tjarta 1973).
2. Anatomi Fisiologi
Susunan saraf adalah sistim yang mengontrol tubuh kita yang terus
menerus menerima, menghantarkan dan memproses suatu informasi dan
bersama sistim hormon, susunan saraf mengkoordinasikan semua proses
fungsional dari berbagai jaringan tubuh, organ dan sistim organ manusia.
a. Susunan saraf sadar (Voluntary nervous system) mengontrol fungsi yang
dikendalikan oleh keinginan atau kemauan kita. Saraf ini mengontrol
otot rangka dan menghantarkan impuls sensori ke otak. Melalui saraf ini
kita dapat melakukan gerakan aktif dan menyadari keadaan diluar tubuh
kita dan secara sadar mengendalikannya.
b. Susunan saraf otonom/ tak sadar (automatic nervous system) saraf ini
menjaga organ tubuh bagian dalam supaya berfungsi dengan baik seperti :
hati, paru-paru, jantung dan saluran cerna. Fungsi dasar yang penting
bagi kehidupan seperti makan, metabolisme, sirkulasi darah dan
pernafasan dikendalikan dengan bantuan susunan saraf otonom. Susunan
saraf otonom dibagi menjadi susunan saraf simpatik (menyebabkan tubuh
dalam keadaan aktif) dan susunan saraf para simpatik (sistim pengontrol
konstruktif dan menyenangkan).
Serebrum terdiri dari dua hemisfer yaitu kiri dan kanan, empat lobus yaitu:
Lobus frontal berfungsi mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri.
Lobus parietal merupakan lobus sensori berfungsi menginterpretasikan
sensasi, berfungsi mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak
bagian tubuhnya.
Lobus temporal berfungsi menginterpretasikan sensasi kecap, bau, pendengaran dan ingatan jangka pendek.
Lobus oksipital bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan
gr. Otak menerima 20% dari curah jantung dam memerlukan sekitar 20%
pemakaian oksigen tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap
harinya. Otak merupakan jaringan yang peling banyak memakai energi dalam
seluruh tubuh dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi
glukosa.
Dan 65% dari kebutuhan glukosa tubuh digunakan untuk metabolisme otak
yang mana 90% aerobic dan 10% anairobik. Bila otak tidak mendapat aliran
darah selama 3 – 6 menit akan timbul gangguan fungsional dan kerusakan
structural secara menetap. Otak berfungsi sebagai pusat integrasi dan
koordinasi organ-organ sensorik dan sistim efektor perifer tubuh,
sebagai pengatur informasi yang masuk, simpanan pengalaman, impuls yang
keluar dan tingkah laku. Dari dalam ke arah luar otak diselubungi oleh
tiga lapisan meningen, lapisan pelindung yang paling luar adalah
tengkorak. Otak bukan masa yang uniform, melainkan suatu organ yang
sangat kompleks. Secara fungsional dan anatomis otak dibagi menjadi tiga
bagian yaitu :
a. Batang otak yang menghubungkan medulla spinalis dengan serebrum
terdiri dari medulla oblongat, pons dan mesensefalon (otak tengah).
1. Medulla oblongata adalah bagian otak yang langsung menyambung dengan
medulla spinalis. Berkas saraf yang berjalan disini berasal dari
serebrum dan berfungsi untuk pergerakan otot rangka.
Di medulla oblongata berkas ini menyebrang ke sisi yang berlawanan
yang disebut jalan/ traktus poramidalis. Itu sebabnya jika kerusakan
otak bagian kiri akan menyebabkan kelumpuhan bagian kanan tubuh dan
sebaliknya. Selain traktus piramidalis ada kelumpuhan sel-sel saraf yang
terdapat di medulla oblongata yakni pusat otot yang mengontrol fungsi
vital seperti pernafasan, denyut jantung dan tonus pembuluh darah.
2. Pons berupa ninti (neucleus). Pons merupakan switch dari jalur yang menghubungkan korteks serebri dan serebllum.
3. Mesensefalon merupakan bagian otak yang sempit terletak antara
medulla oblongata dan diensefalon. Pada mesensefalon terdapat formation
retikularis, suatu rangkaian penting yang antara lain mengatur irama
tidur dan bantun, mengontrol refleks menelan dan muntah.
b. Otak kecil (cerebelum)
Cerebellum terletak dibelakang fossa krenialis dan melekat ke bagian
belakang batang otak. Cerebllum berperan penting dalam menjaga
keseimbangan dan mengatur koordinasi gerakan yang diterima dari segmrn
posterior medulla spinalis yang memberi informasi tentang keregangan
otot dan tanda serta posisi-posisi sendi.
c. Otak besar (cerebrum)
Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar dan terbagi atas dua
belahan yaitu : hemisper kiri dan kanan. Sebagian dari kedua hemisper
dipisahkan oleh pistula longitudinal dan sebagian dipersatukan oleh pita
serabut saraf yang melebar (korpus kolosum).
d. Diensefalon
Dibagi menjadi empat wilayah :
1. Thalamus
Thalamus merupakan stasiun pemancar yang menerima impuls ageren dari
seluruh tubuh lalu memprosesnya dan meneruskannya ke segmen otak yang
lebih tinggi.
Kapsula interna yang terletak disekitar thalamus berupa berkas saraf
penting yang datang dari serebri dan dikompres kedalam rongga yang
kecil.
2. Hipotalamus
Hypothalamus merupakan pusat pengontrol susunan saraf otonom juga
mempengaruhi metabolisme, observasi makanan dan mengatur suhu tubuh,
karena letaknya sangat dekat dengan kelenjar pitviteri.
3. Subtalamus
Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus
dapat menimbulkan diskenisia diamatis yang disebut nemibalismus yang
ditandai oleh gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sis
tubuh. Gerakan infontuler biasanya lebih nyata pada tangan dan kaki.
4. Epitalamus
Epitalamus dengan sistim limbic dan berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan integrasi informasi olfaktorius.
Pembuluh darah yang mendarahi otak tardiri dari :
a. Sepasang pembuluh darah karotis : denyut pembuluh darah besar ini
dapat kita raba dileher depan, sebelah kiri dan kanan dibawah mandibula,
sepasang pambuluh darah ini setelah masuk ke rongga tengkorak akan
bercabang menjadi tiga :
1. Sebagian menuju ke otak depan (arteri serebri anterior)
2. Sebagian menuju ke otak belakang (arteri serebri posterior)
3. Sebagian menuju otak bagian dalam (arteri serebri interior)
Ketiganya akan saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut arteri komunikan posterior.
b. Sepasang pembuluh darah vertebralis : denyut pembuluh darah ini
tidak dapat diraba oleh karna kedua pembuluh darah ini menyusup ke
bagian samping tulang leher, pembuluh darah ini mendarahi batang otak
dan kedua otak kecil, kedua pembuluh darah teersebut akan saling
berhubungan pada permukaan otak pembuluh darah yang disebut anastomosis.
3. Etiologi
Penyeban tumor otak belum diketahui pasti, tapi dapat diperkirakan karena :
a. Genetik
Tumor susunan saraf pusat primer nerupakan komponen besar dari beberapa
gangguan yang diturunkan sebagi kondisi autosomal, dominant termasuk
sklerasis tuberose, neurofibromatosis.
b. Kimia dan Virus
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus
menyebabkan terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi
hubungannya dengan tumor pada manusia masih belum jelas.
c. Radiasi
Pada manusia susunan saraf pusat pada masa kanak-kanak menyebablkan terbentuknya neoplasma setelah dewasa.
d. Trauma
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma
selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf
pusat belum diketahui.
4. Klasifikasi
Tipe Kasus Patologi
Glioma Jumlah ½ tumor otak Tumbuh pada tiap jaringan dari otak. Infiltrasi dari terutama ke jaringan hemisfer cerebral.
Tumbuh sangat cepat, sebagian orang bias hidup beberapa bulan sampai tahun.
Meningoma 13 % sampai 18 % tumor primer intracranial Tumbuh dari selaput
meningeal otak. Biasanya jinak tapi bisa berubah menjadi maligna.
Biasanya berkapsul dan penyembuhan melaui bedah sangat mungkin.
Pertumbuhan kembali mungkin
Tumor Pituitari Tumor pada semua kelompok umur, tapi lebih sering pada wanita. Tumbuh dari berbagai jenis jaringan.
Pendekatan pembedahan biasanya berhasil. Kekembuhan kembali mungkin.
Neuroma (Schwannoma, neuro)
Neuroma akustik sangat sering Tumbuh dari sel-sel Schwann di dalam
meatus auditori pada bagian vestibular saraf cranial III. Biasanya jinak
bisa berubah menjadi maligna. Akan tmbuh kembali bila tidak terangkat
lengkap. Reseksi bedah sukar karena lokasinya.
Tumor Metastase
Dari 2 % sampai 20 % penderita kanker terjadi metastase ke otak Sel
kanker menjangkau otak lewat sistem sirkulasi. Reaksi bedah sangat
sukar, pemgobatan kurang berhasil. Pemulihan dibawah satu tahun atau dua
tahun tidak biasa.
5. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan
neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor :
gangguan fokal disebebkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak,
dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan
jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah
arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut
dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan
dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Bebrapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya
sehingga memperberat ganggguan neurologist fokal.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor,
dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema
yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan
kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial.
Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke
ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena
itu tak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah
intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan
mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati
mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus
medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura
tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan
mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak
ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan
cepat.
Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang
cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran
tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.
6. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala tumor otak sangat bervariasi, tergantung pada tempat lesi dan kecepatan pertumbuhannya, antara lain :
Daerah Otak Tanda dan Gejala
Lobus Frontalis Gangguan kepribadian
Epilepsi
Afasia mototik
Hemiparesis
Ataksia
Gangguan bicara
Gangguan gaya berjalan
Lobus Oksipitalis Gangguan penglihatan
Lobus Temporalis Halusinasi
Kejang psikomotor
Tinitus (bunyi berdengung atau berdesing)
Kesulitan menyebutkan objek
Lobus Parietalis Tidak mampu merekam gambar
Tidak dapat membedakan mana kiri mana kanan.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Arterigrafi atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel dan cisterna.
b. CT – SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
c. Radiogram ; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai
struktur, penebalan dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang
mengapur; dan posisi selatursika.
d. Elektroensefalogram (EEG) ; Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
e. Ekoensefalogram ; Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral.
f. Sidik otak radioaktif ; Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi
abnormal dari zat radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar
darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan.
- Craniotomi
b. Radiotherapi
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula merupakan therapi tunggal.
Adapun efek samping : kerusakan kulit di sekitarnya, kelelahan, nyeri
karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis, radang tenggorkan.
c. Chemotherapy
Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar dalam aliran darah.
Efek samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan membuat, mudah terserang penyakit.
d. Manipulasi hormonal.
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah bermetastase.
9. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita tumor otak ialah :
a. Gangguan fisik neurologist
b. Gangguan kognitif
c. Gangguan tidur dan mood
d. Disfungsi seksual
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan dan kesehatan
Riwayat keluarga denga tumor
Terpapar radiasi berlebih.
Adanya riwayat masalah visual-hilang ketajaman penglihatan dan diplopia
Kecanduan Alkohol, perokok berat
Terjadi perasaan abnormal
Gangguan kepribadian / halusinasi
b. Pola nutrisi metabolik
Riwayat epilepsi
Nafsu makan hilang
Adanya mual, muntah selama fase akut
Kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan
Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan Faringeal)
c. Pola eliminasi
Perubahan pola berkemih dan buang air besar (Inkontinensia)
Bising usus negative
d. Pola aktifitas dan latihan
Gangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan tingkat kesadaran
Resiko trauma karena epilepsi
Hamiparase, ataksia
Gangguan penglihatan
Merasa mudah lelah, kehilangan sensasi (Hemiplefia)
e. Pola tidur dan istirahat
Susah untuk beristirahat dan atau mudah tertidur
f. Pola persepsi kognitif dan sensori
Pusing
Sakit kepala
Kelemahan
Tinitus
Afasia motorik
Hilangnya rangsangan sensorik kontralateral
Gangguan rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan
Penurunan memori, pemecahan masalah
kehilangan kemampuan masuknya rangsang visual
Penurunan kesadaran sampai dengan koma.
Tidak mampu merekam gambar
Tidak mampu membedakan kanan/kiri
g. Pola persepsi dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya dan putus asa
Emosi labil dan kesulitan untuk mengekspresikan
h. Pola peran dan hubungan dengan sesama
Masalah bicara
Ketidakmampuan dalam berkomunikasi ( kehilangan komunikasi verbal/ bicara pelo )
i. Reproduksi dan seksualitas
Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas
Pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas
j. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Adanya perasaan cemas,takut,tidak sabar ataupun marah
Mekanisme koping yang biasa digunakan
Perasaan tidak berdaya, putus asa
Respon emosional klien terhadap status saat ini
Orang yang membantu dalam pemecahan masalah
Mudah tersinggung
k. Sistem kepercayaan
Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu
2. Diagnosa Keperawatan
DP Pre-Operasi
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah dan tidak nafsu makan / pertumbuhan sel-sel kanker
2. Nyeri kepala berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker pada otak/mendesak otak.
3. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan pergerakan dan kelemahan.
4. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral.
5. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra diri
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
7. Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan
DP Post-Operasi
1. Nyeri yang berhubungan dengan efek dari pembedahan
2. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra diri.
3. Kurang pengetahuan tentang tumor otak yang berhubungan dengan ketidaktahuan tentang sumber informasi
4. Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit kronis dan masa depan yang tidak pasti.
3. Rencana Keperawatan
Dp. Pre-Operasi
Dp 1. Nyeri berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker
Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Hasil yang diharapkan : Nyeri berkurang sampai dengan hilang
Rencana Tindakan:
1. Kaji karakteristik nyeri, lokasi, frekfensi
R/ mengtahui tingkat nyeri sebagai evaluasi untuk intervensi selanjutnya
2. Kaji faktor penyebab timbul nyeri (takut , marah, cemas)
R/ dengan mengetahui faktor penyebab nyeri menentukan tindakan untuk mengurangi nyeri
3. Ajarkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam
R/ tehnik relaksasi dapat mengatsi rasa nyeri
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
R/ analgetik efektif untuk mengatasi nyeri
Dp 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Tujuan : Kebutuhsn nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan keperawatan
Hasil yang diharapkan:
- Nutrisi klien terpenuhi
- Mual berkurang sampai dengan hilang.
Rencana tindakan :
1. Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
R/ Makanan yang hangat menambah nafsu makan.
2. Kaji kebiasaan makan klien.
R/ Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan klien.
3. Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
R/ Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual.
4. Timbang berat badan bila memungkinkan.
R/ Untuk mengetahui kehilangan berat badan.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin
R/ Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak
Dp 3. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan pergerakan dan kelemahan.
Tujuan : Gangguan mobilitas fisik teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
Pasien mendemonstrasikan tehnik / prilaku yang memungkinkan dilakukannya kembali aktifitas.
Rencana tindakan :
1. Kaji derajat mobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan
( 0-4 )
R / : seseorang dalam semua kategori sama-sama mempunyai resiko kecelakaan.
2. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan.
R / : Perubahan posisi yang teratur meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh.
3. Bantu untuk melakukan rentang gerak
R / : Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi
4. Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan
R / : Proeses penyembuhan yang lambat sering kali menyertai trauma
kepala, keterlibatan pasien dalam perencanaan dan keberhasilan.
5. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab.
R / : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit
Dp 4. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral.
Tujuan : Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat di ekspresikan
Kriteria Hasil :
Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi :
1. Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata
atau mangalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri
R/ : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang
terjadi dan kesulitan pasien dalam bebrapa atau seluruh tahap proses
komunikasi.
2. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik
R/ : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapn yang
keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkan tidak nyata.
3. Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana
R/ : menilai adanya kerusakan motorik
4. Katakan secara langsung pada pasien, bicara perlahan dan tenang
R/ : menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan respon
pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.
DP 5. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra diri.
Tujuan : Gangguan harga diri teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Klien dapat percaya diri dengan keadaan penyakitnya.
Intervensi:
1. Kaji respon, reaksi keluarga dan pasien terhadap penyakit dan penanganannya.
R/: Untuk mempermudah dalam proses pendekatan.
2. Kaji hubungan antara pasien dan anggota keluarga dekat.
R/: Support keluarga membantu dalam proses penyembuhan.
3. Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan di rumah.
R/ : Dapat memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi di rumah.
4. Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan.
R/: Dukungan yang terus menerus akan memudahkan dalam proses adaptasi.
DP 6. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan pasien bertambah mengenai kondisi dan penanganan penyakit setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Pasien mengerti penyebab ginjal dan komplikasinya.
Rencana Keperawatan :
1. Kaji pemahaman pasien, keluarga mengenai penyebab gagal ginjal dan penanganannya.
R / : Instruksi dasar untuk penyuluhan lebih lanjut.
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensinya sesuai dengan tingkat pemahaman klien.
R / : Menambah pengetahuan pasien.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara memahami perubahan akibat penyakit.
R / : Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah.
Dp 7. Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan
Tujuan : Kecemasan dapat diminimalkan setelah dilakukan tindakan keperawatan
Hasil yang diharapkan : Kecemasan pasien berkurang
Rencana Tindakan:
1. Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
R/ pasien kooperatif dalam segala tindakan dan mengurangi kecemasan pasien
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan akan
ketakutannya
R/ untuk mengurangi kecemasan
3. Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa medik
R/ memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat
4. Akui rasatakut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
R/ dukungan memampukan pasien memulai membuka/ menerima kenyataan penyakit dan pengobatan
DP Post Operai
DP 1 : Nyeri yang berhubungan dengan efek dari pembedahan.
Tujuan : Nyeri berkurang sampai hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
- Pasien dapat menjalani aktivitas tanpa merasa nyeri
- Ekspresi wajah rileks
- Klien mendemonstrasikan ketidaknyamananya hilang
Rencana Keperawatan :
1. Kaji tingkat nyeri (lokasi, durasi, intensitas, kualitas) tiap 4 – 6 jam
R/ : Sebagai indikator awal dalam menentukan intervensi berikutnya
2. Kaji keadaan umum pasien dan TTV
R/ : Sebagai indikator awal dalam menentukan intervensi berikutnya
3. Beri posisi yang menyenangkan bagi pasien
R/ : Untuk membantu pasien dalam pengontrolan nyeri
4. Beri waktu istrahat yang banyak dan kurangi pengunjung sesuai keinginan pasien
R/ : Dapat menurunkan ketidaknyamanan fisik dan emosional
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
R/ : Membantu dalam penyembuhan pasien
DP 2. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra diri.
Tujuan : Gangguan harga diri teratasi setelah dilakuakn tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Klien dapat percaya diri dengan keadaan penyakitnya.
Rencana keperawatan :
1. Kaji respon, reaksi keluarga dan pasien terhadap penyakit dan penanganannya.
R / : Untuk mempermudah dalam proses pendekatan.
2. Kaji hubungan antara pasien dan anggota keluarga dekat.
R / : Support keluarga membantu dalam proses penyembuhan.
3. Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan di rumah.
R / : Dapat memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi di rumah.
4. Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan.
R / : Dukungan yang terus menerus akan memudahkan dalam proses adaptasi.
DP 3. Kurang pengetahuan tentang tumor otak yang berhubungan dengan ketidaktahuan tentang sumber informasi
Tujuan : Informasi tentang perawatan diri dan status nutrisi dipahami setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
Sasaran :
- Klien menyatakan pemahaman tentang informasi yang diberikan
- Klien menyatakan kesadaran dan merencanakan perubahan pola perawatan diri
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
R/ : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dalam penerimaan informasi, sehingga dapat memberikan informasi secara tepat
2. Diskusikan hubungan tentang agen penyebab terhadap penyakit Ca. Paru
R/ : Memberikan pemahaman kepada pasien tentang hal-hal yang menjadi pencetus penyakit
3. Jelaskan tanda dan gejala perforasi
R/ : Gejala perforasi adalah nyeri pada dada
4. Jelaskan pentingnya lingkungan tanpa stress
R/ : Untuk mencegah peningkatan stimulasi simpatis
5. Diskusikan tentang metode pelaksanaan stress
R/ : Cara penatalaksanaan stress : relaksasi, latihan dan pengobatan
DP 4 Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit kronis dan masa depan yang tidak pasti.
Tujuan : Kecemaskan dapat diminimalkan setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1. Mendengarkan keluhan klien dengan sabar.
R / : Menghadapi isu pasien dan perlu dijelaskan dan membuka cara penyelesaiannya.
2. Menjawab pertanyaan klien dan keluarga dengan ramah.
R / : Membuat pasien yakin dan percaya.
3. Mendorong klien dan keluarga mencurahkan isi hati.
R / : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi.
4. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik.
R / : Menjalin hubungan saling percaya pasien.
5. Berikan kenyamanan fisik pasien.
R / : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ketidaknyamanan fisik menetap.
Daftar Pustaka
A.K. Muda, Ahmad, (2003). Kamus Lengkap Kedokteran.Edisi Revisi. Jakarta : Gitamedia Press.
Juall Carpenito, lynda RN,(1999).Diagnosa dan Rencana Keperawatan. Ed 3. Jakarta : Media Aesculappius.
Purnawan Ajunadi, Atiek S.seomasto, Husna Ametz,(1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.Fakultas Kedokteran : UI.
Syaifuddin.(1997). Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Kedokteran (EGC)
Poetra_
Senin, 05 Desember 2011
Jumat, 25 November 2011
ASKEP MYASTHENIA GRAVIS
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer) . Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth 2002)
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi transmisi impuls pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2002).
B.Etiologi
Penyebaba gangguan ini tidak diketahui, tetapi kemungkin terjadi karena gangguan atau destruksi reseptor asetilkolin pada persimpangan neoromuskular akibat reaksi autoimun. Kontraksi otot mengalami kerusakan menyebabkan kelemahan otot.
C.Manifestasi Klinik
Kelemahan otot ekstrim dan mudah mengalami kelelahan
Diplobia (penglihatan ganda)
Ptosis (jatuhnya kelopak mata)
Disfonia (gangguan suara)
Kelemahan diafragma dan otot-otot interkosal progressif menyebabkan gawat napas.
D.Diagnostik Test
1.Test serum anti bodi resptor ACh yang positif pada 90% pasien.
2.Test tensilon : injeksi iv memeperbaiki respon motorik sementara dan menurunkan gejala pada krisis miastenik untuk sementara waktu memperburuk gejala-gejala pada krisis kolinergik.
3.Test elektro fisiologis untuk menunjukan penurunan respon rangsangan saraf berulang.
4.CT dapat menunjukan hiperplasia timus yang dianggap menyebabkan respon autoimun.
E.Patofisiologi dan Penyimpangan KDM
Dasar ketidk normalan pada miastenia gravis adalah adanya kerusakan pada trasmisi inpuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran post sinaps pada sambungan neuromuskuler. Penelitian memperlihakan adanya penurunan 70-90% reseptor asetilkolin pada sambungan neuromuskuler setiap individu. Miastenia gravis dipertimbangkan sebagai penyakit autoimun yang bersikap langsung melawan reseptor asetilkolin (AChR) yang merusak transmisi neuromuskuler.
F.Proses keperawatan
1.Pengkajian
oDisfungsi sistem saraf
a)Gangguan penglihatan: diplopia dan ptosis karena kelemahan okuler
b)Ekspresi wajah seperti topeng karena keterlibatan otot-otot muka
c)Disafria atau disvagia karena kelemhan faringeal dan laringeal.
oKelemahan otot yang ekstrim dan mudah letih dengan aktivitas dan bicara yang berulang
oKemungkinan keterlibatan pernapasan dengan penurunan kapasitas vital
2.Diagnosa Keperawatan
oPola napas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan.
oKerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot volunter.
oResiko terhadap aspirasi yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot bulbar.
3.Intervensi dan implementasi
Pemantauan
1)Pantau status pernapasan pasien untuk melihat adanya kemumgkinan gagal napas dan krisis miastenik atau kolinergik.
2)Waspadai adanya tanda-tanda krisis yang mengancam :
a)Distres pernapasan mendadak
b)Tanda-tanda disvagia, disarfria, ptosis dan diplobia
c)Takikardia, ansietas
d)Pantau respon pasien terhadap terapi obat
3)Pantau respon pasien terhadap terapi obat
Perawatan penunjang
1)Berikam medikasi sehingga efek puncaknya bersamaan dengan makan danaktivitas esensial.
2)Bantu pasien membuat jadwal aktivitas yang realistik
3)Berikan periode istirahat untuk meminimalkan keletihan
4)Berikan alat bantu untuk membantu pasien melakukan aktivitas sehari-hari meskipun terjadi kelemahan.
5) Jika pasien menderita diplopia berikan penutp mata untuk menggunakan mata yang lain untuk meminimalkan resiko terjatuh.
6)Untuk menghindari aspirasi :
a)Ajari pasien untuk memposisikan kepala pada posisi sedikit fleksi untuk melindungi jalan napas ketika sedang makan
b)Sediakan alat pegisap sehingga pasien dapat mengoprasikannya
c)Jika pasien sedang krisis atau mengalami gangguan menelan berikan cairan iv dan makan melalui selang nasogastrik, tinggikan kepala pada tempat tidur setelah pemberian makan
d)Jika pasien memakai ventilator mekanik berikan pengisapan yang sering, kaji bunyi napas dan periksa, laporkan hasil sinar-X dada.
7)Tunjukan pasien bagaimana caranya menahan dagu dengan tangan untuk menopang rahang bawah untuk membantu berbicara
8)Jika bicara terganggu dengan sangat parah anjurkan pasien untuk menggunakan metode komunikasi alternatif seperti kartu flash atau papan huruf.
Pendidikan pasien dan pemeliharaan kesehatan
1)Instruksikan pasien dan keluarga berkaitan dengan gejala krisis miastenia.
2)Ajari pasien cara-cara untuk mencegah krisis dan memburuknya gejala;
a)Hindari terpajan flu dan inveksi lain
b)Hindari panas atau dingin yang berlebihan
c)Beritahu pasien untuk menginformasikan pada dokter gigi tentang kondisi, karena penggunaan prokain (navokaine) tidak ditoleransi dengan baik dan dapat mencetuskan krisis
d)Hindari kesedihan secara emosional
3)Ajari pasien dan keluarga berkaitan dengan penggunaan pengisap rumah
4)Tinjau kembali masa puncak obat dan bagaimana menjadwalkan akivitas untuk mendapatakn hasil yang baik
5)Tekankan pentingnya priode istirahat yang terjadwal untuk menghindari keletihan
6)Anjurkan pasien untuk memakai gelang kewaspaan medis.
4.Evaluasi
1) Mencapai fungsi pernapasan adekuat
a)Menunjukan frekuensi pernapasan dan kedalaman pernapasan normal, dan kekuatan otot normal.
b)Mentaati jadwal medikasi yang ditetapkan.
c)Menyatakan bahwa tas resusitasi dan pengisapan fortabel untuk digunakan dirumah.
d)Mengihindari situasi yang dapat mencetuskan flu dan infeksi, yang dapat memperberat gejala.
2)Beradaptasi pada kerusakan mobilitas
a)Menetapkan program istirahat dan latihan yang seimbang.
b)Mengidentifikasi tindakan untuk menghemat energi.
c)Menggunakan alat-alat bantu
d)Menetapkan maantaati jadwal medikasi yang memaksimalkan kekuatan otot.
3)Tidak mengalami aspirasi
a)Menunjukan bunyi napas normal
b)Makan dengan lambat dan memilih diet (lunak) yanag sesuai.
c)Menetapkan jadwal medikasi yang sesuai dengan waktu makan.
4)Mengalami pemulihan krisis miasteniak dan kolinergik
a)Menyebutkan tanda dan gejala.
b)Mentaati program medikasi
c)Menggunakan gelang waspada medik.
Rabu, 09 November 2011
ASKEP KEJANG
I. PENGERTIAN
a). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu meningkat disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
b). Kejang adalah pembebasan listrik
yang tidak terkontrol dari sel syaraf cortex serebral yang ditandai
dengan serangan yang tiba – tiba (marillyn, doengoes. 1999 : 252)
II. ETIOLOGI
Penyebab dari kejag demam dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu :
1. Obat – obatan
racun, alkhohol, obat yang diminum berlebihan
2. Ketidak seimbangan kimiawi
hiperkalemia. Hipoglikemia dan asidosis
3. Demam
paling sering terjadi pada anak balita
4. Patologis otak
akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi, peningkatan tik
5. Eklampsia
hipertensi prenatal, toksemia gravidarum
6. Idiopatik
penyebab tidak diketahui
III. PATOFISIOLOGI
IV. MANIFESTASI KLINIK
Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu :
1. Kejang demam sementara
· Umur antara 6 bulan – 4 tahun
· Lama kejang <15 menit
· Kejang bersifat umum
· Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam
· Tidak ada kelainan neurologis, baik klinis maupun laboratorium
· Eeg normal 1 minggu setelah bangkitan kejang
2. Kejang demam komplikata
· Diluar kriteria tersebut diatas
V. KOMPLIKASI DARI KEJANG DEMAM
1. hipoksia
2. hiperpireksia
3. asidosis
4. ernjatan atau sembab otak
VI. FASE – FASE KEJANG DEMAM
1. Fase prodromal
Perubahan alam perasaan atau tingkah laku yang mungkin mengawali kejang beberapa jam/ hari
2. Fase iktal
Merupakan aktivitas kejang yag biasanya terjadi gangguan muskulosketal.
3. Fase postiktal
Periode waktu dari kekacauan mental atau somnolen, peka rangsang yang terjadi setelah kejang tersebut.
4. Fase aura
Merupakan awal dari munculnya aktivitas kejang, yang biasanya berupa gangguan penglihatan dan pendengaran.
VII. PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Pemberian diazepam
· dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/ kg bb/ dosis iv (perlahan )
· bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosisi ulangan setelah 20 menit
2. Turunkan demam
· anti piretik : para setamol atau salisilat 10 mg/ kg bb/ dosis
· kompres air biasa
3. Penanganan suportif
· bebaskan jalan nafas
· beri zat asam
· jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
· pertahankan tekanan darah
VIII. PENCEGAHAN KEJANG DEMAM
1. Pencegahan berkala (intermitten)
untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan anti piretika pada
penyakit yang disetai demam.
2. Pencegahan kontinu untuk kejang komplikata
· fenobarbital : 5 – 7 mg/ kg BB/ 24 jam dibagi 3 dosis
· fenotoin : 2- 8 mg/ kg BB/ 24 jam 2 – 3 dosis
· klonazepam : indikasi khusus
3. Diberikan sampai 2 tahun bebas kejang atau sampai umur 6 tahun
IX. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Elektrolit : tidak seimbang dapat berpengaruh pada aktivitas kejang
2. Glukosa : hipoglikemia dapat menjadi presipitasi (pencetus) kejang.
3. Ureum/ kreatinin : dapat maningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang
4. Kadar obat dalam serum : untuk membuktikan batas obat anti konvulsi yang terapeutik.
5. Elektroensepalogram (eeg) : dapat melokalisir daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik, mengukur aktivitas otak.
X. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Data Dasar Pasien
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktivitas
Tanda : perubahan tonus dan kekuatan
2. Sirkulasi
Gejala : iktal : hiertensi, peningkatan nadi, sianosis
Postiktal : depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
3. Elimnasi
Gejala : inkontinensia episodik
Tanda : iktal : peningkatan tekanan kandung kemih
Posiktal : inkontenensia urine
4. Makanan dan cairan
Gejala : sensitivitas terhadap makanan, mual, muntah
Tanda : kerusakan jaringan lunak (cidera selama kejang)
5. Neurosensori/ kenyamanan
Gejala : riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsang, pusing
Postiktal : kelemahan, nyeri otot, area paralitik
6. Pernafasan
Gejala : iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun/ cepat, peningkatan sekresi mukus
B. Diagnosa Yang Mungkin Muncul
1. Resiko terhadap penghentian pernafasan barhubungan dengan kelemahan dan kehilangan koordinasi otot besar dan kecil
2. Bersihkan jalan nafas inefektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial dan peningkatan sekresi mukus
C. Intervensi Keperawatan
DX 1 : Resiko Terhadap Penghentian Pernafasan Berhubungan Dengan Kelemahan Dan Kehilangan Koordinasi Otot Besar Dan Kecil
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan penghentian pernafasan tidak terjadi
Kriteria hasil :
RR dalam batas normal (16 – 20 x/ menit )
Tak kejang
Klien mengungkapkan perbaikan pernafasannya
Intervensi :
1. Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur dengan tempat tidur rendah
R/ : mengurangi trauma saat kejang
2. Masukan jalan nafas buatan yang terbuat dari plastik / biarkan pasien menggigit benda lunak atara gigi.
R/ : menurunkan resiko terjadinya trauma mulut
3. Observasi TTV
R/ : menentukan kegawatan kejang dan intervensi yang sesuai
4. catat tipe dari aktivitas kejang
R/ : membantu untuk melokalisir daerah otak
5. Lakukan penilaian neurologis, tingkat kesadaran, orientasi
R/ : mencatat keadaan postiktal dan waktu penyembuhan
6. Biarkan tingkah laku “ automatik” tanpa menghalangi
R/ : untuk menghindari cidera atau trauma yang lebih lanjut
7. Kolaborasi dalam pemberian obat anti convulsi
R/ : untuk mencegah kejang ulangan
DX 2 : Bersihan Jalan Nafas Inefektif Berhubungan Dengan Peningkatan Sekresi Mukus, Obstruksi Jalan Nafas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil : sekresi mukus berkurang
tak kejang
gigi tak menggigit
Intervensi :
1. Anjurkan klien mengosongkan mulut dari benda
R/ : menurunkan aspirasi atau masukanya benda asing ke faring
2. Letakan klien pada posisi miring dan permukaan datar
R/ : mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
3. Tanggalkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen
R/ : untuk memfasilitasi usaha bernafas
4. Masukan spatel lidah
R/ : untuk membuka rahang dan mencegah tergigitnya lidah
5. Lakukan penghisapan lendir
R/ : menurunkan resiko aspirasi
Kamis, 13 Oktober 2011
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK ( PPOK)
A.
Pengertian
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan
yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang
merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan
penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan
obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis dan
emfisema pulmonum.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh
adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam
masa observasi beberapa waktu.
Penyakit paru-paru obstruksi menahun merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya.
B.
KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik
adalah sebagai berikut:
- Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis
batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya
3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun
berturut-turut.
- Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi
anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai
kerusakan dinding alveolus.
- Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan
oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis
rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran
napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.
- Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan
bronkiolus kronik yan mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk
infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau
benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh
darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.
C.
Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit
ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara
lain:
- Merokok sigaret yang berlangsung lama
- Polusi udara
- Infeksi peru berulang
- Umur
- Jenis kelamin
- Ras
- Defisiensi alfa-1 antitripsin
- Defisiensi anti oksidan
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK
adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.
D.
Patofisiologi/Pathway
Fungsi paru mengalami
kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru
dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan
kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan
konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam
paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya
dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan
oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan
proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus
terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil
(bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase
ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat
ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air
trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala
akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi
dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi,
distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan
(Brannon, et al, 1993).
E.
Tanda dan
Gejala
Tanda
dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah
bronchitis kronis (blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda
dan gejalanya adalah sebagai berikut:
1.
Kelemahan badan
2.
Batuk
3.
Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas
berbunyi
5.
Mengi atau wheeze
6.
Ekspirasi yang memanjang
7.
Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
8.
Penggunaan otot bantu pernapasan
9.
Suara napas melemah
10. Kadang
ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki,
asites dan jari tabuh.
F.
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah
sebagai berikut:
1.
Pemeriksaan radiologis
Pada
bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a.
Tubular
shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar
dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus
yang menebal.
b.
Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a.
Gambaran
defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan
ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
b. Corakan
paru yang bertambah.
2.
Pemeriksaan faal paru
Pada
bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP
yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada
saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3.
Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi
hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan
penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan
salah satu penyebab payah jantung kanan.
4.
Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock
wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan
dan P pulmonal pada hantaran II, III,
dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S
kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5.
Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab
infeksi.
6.
Laboratorium darah lengkap
G.
Penatalaksanaan
Tujuan
penatalaksanaan PPOK adalah:
1.
Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala
tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam
melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit
apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan
PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
- Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
- Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
- Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
- Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial.
- Pengobatan simtomatik.
- Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
- Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
- Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a.
Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu
pengeluaran secret bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih
penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu,
dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
d. Vocational
guidance, yaitu usaha
yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan
untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit yang dideritanya.
H.
Pengkajian
Pengkajian
mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan manifestasi penyakit
sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data
riwayat kesehatan dari proses penyakit:
- Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?
- Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?
- Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
- Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
- Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
- Riwayat merokok?
- Obat yang dipakai setiap hari?
- Obat yang dipakai pada serangan akut?
- Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?
Data
tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai berikut:
- Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
- Apakah pernapasan sama tanpa upaya?
- Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
- Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
- Barrel chest?
- Apakah tampak sianosis?
- Apakah ada batuk?
- Apakah ada edema perifer?
- Apakah vena leher tampak membesar?
- Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
- Bagaimana status sensorium pasien?
- Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Palpasi:
- Palpasi pengurangan pengembangan dada?
- Adakah fremitus taktil menurun?
Perkusi:
- Adakah hiperesonansi pada perkusi?
- Diafragma bergerak hanya sedikit?
Auskultasi:
- Adakah suara wheezing yang nyaring?
- Adakah suara ronkhi?
- Vokal fremitus nomal atau menurun?
I.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien
mencakup berikut ini:
- Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
- Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
- Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
- Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
- Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
- Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
- Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
- Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.
Masalah
kolaboratif/Potensial komplikasi yang dapat terjadi termasuk:
Gagal/insufisiensi pernapasan
- Hipoksemia
- Atelektasis
- Pneumonia
- Pneumotoraks
- Hipertensi paru
- Gagal jantung kanan
J.
Intervensi
Keperawatan
- Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan:
Pencapaian
bersihan jalan napas klien
Intervensi keperawatan:
a.
Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali
terdapat kor pulmonal.
b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan
teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
c. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser,
inhaler dosis terukur, atau IPPB
d. Lakukan drainage postural dengan perkusi
dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.
e. Instruksikan pasien untuk menghindari
iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
f. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi
yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan
warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada,
keletihan.
g. Beriakn antibiotik sesuai yang diharuskan.
h. Berikan dorongan pada pasien untuk
melakukan imunisasi terhadap influenzae
dan streptococcus pneumoniae.
- Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
Tujuan:
Perbaikan
pola pernapasan klien
Intervensi:
a. Ajarkan klien latihan bernapas
diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
b. Berikan dorongan untuk menyelingi
aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat keputusan tentang
perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
c. Berikan dorongan penggunaan latihan
otot-otot pernapasan jika diharuskan.
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
Tujuan:
Perbaikan
dalam pertukaran gas
Intervensi
keperawatan:
a. Deteksi
bronkospasme saat auskultasi .
b.
Pantau
klien terhadap dispnea dan hipoksia.
c.
Beriakn
obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid
dengan tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya.
d.
Berikan
terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi
sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
e. Pantau
pemberian oksigen.
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
Tujuan:
Memperlihatkan
kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas yang mungkin.
Intervensi keperawatan:
a. Kaji respon individu terhadap aktivitas;
nadi, tekanan darah, pernapasan.
b. Ukur tanda-tanda vital segera setelah
aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda
vital.
c. Dukung pasien dalam menegakkan latihan
teratur dengan menggunakan treadmill dan
exercycle, berjalan atau latihan
lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
d. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir
dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
e. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi
fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.
f. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan
sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
g. Tingkatkan aktivitas secara bertahap;
klien yang sedang atau tirah baring lama mulai melakukan rentang gerak
sedikitnya 2 kali sehari.
h. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas
dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih
singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.
i.
Secara
bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat
tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.
- Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
Tujuan:
Kebutuhan
nutrisi klien terpenuhi.
Intervensi
keperawatan:
a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat
ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
b.
Auskultasi bunyi usus
c. Berikan perawatan oral sering, buang
sekret.
d. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan
sesudah makan.
e. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering,
tidak perlu dikunyah lama.
f. Hindari makanan yang diperkirakan dapat
menghasilkan gas.
g. Timbang berat badan tiap hari sesuai
indikasi.
- Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
Tujuan:
Kebutuhan
tidur terpenuhi
Intervensi
keperawatan:
a. Bantu klien latihan relaksasi ditempat
tidur.
b. Lakukan pengusapan punggung saat hendak
tidur dan anjurkan keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.
c. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur,
biasanya posisi high fowler.
d. Lakukan penjadwalan waktu tidur yang
sesuai dengan kebiasaan pasien.
e. Berikan makanan ringan menjelang tidur
jika klien bersedia.
- Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan:
Kemandirian
dalam aktivitas perawatan diri
Intervensi:
a.
Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik
dengan aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.
b.
Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan
dalam jarak dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan
dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.
c. Ajarkan tentang postural drainage bila
memungkinkan.
- Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
Tujuan:
Klien
tidak terjadi kecemasan
Intervensi
keperawatan:
a. Bantu klien untuk menceritakan kecemasan
dan ketakutannya pada perawat.
b. Jangan tinggalkan pasien sendirian selama
mengalami sesak.
c. Jelaskan kepada keluarga pentingnya
mendampingi klien saat mengalami sesak.
- Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Tujuan:
Pencapaian
tingkat koping yang optimal.
Intervensi keperawatan:
a.
Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan
semangat yang ditujukan pada pasien.
b. Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi
gejala
c. Ajarkan teknik relaksasi atau berikan
rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
d.
Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari
bila tersedia.
e.
Tingkatkan harga diri klien.
f.
Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan
kekesalan yang sangat menumpuk.
- Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.
Tujuan:
Klien
meningkat pengetahuannya.
Intervensi
keperawatan:
a. Bantu pasien mengerti tentang tujuan
jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan pasien tentang penyakit dan
perawatannya.
b. Diskusikan keperluan untuk berhenti
merokok. Berikan informasi
tentang sumber-sumber kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih
bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
2.
Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses keperawatan, alih
bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung, Bandung.
3.
Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta: Balai penerbit FKUI
4.
Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa:
Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta:
EGC
5.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit
FKUI
6.
Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC
7.
Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati,
edisi 3, Jakarta:
EGC
8.
Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa
Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC
Langganan:
Postingan (Atom)