A.
Pengertian
Penyakit paru obstruksi kronik adalah klasifikasi luas dari gangguan
yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma, yang
merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan
penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah suatu penyakit yang menimbulkan
obstruksi saluran napas, termasuk didalamnya ialah asma, bronkitis kronis dan
emfisema pulmonum.
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh
adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam
masa observasi beberapa waktu.
Penyakit paru-paru obstruksi menahun merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya.
B.
KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik
adalah sebagai berikut:
- Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis
batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya
3 bulan dalam satu tahun dan terjadi paling sedikit selama 2 tahun
berturut-turut.
- Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi
anatomik, yaitu suatu perubahan anatomik paru yang ditandai dengan melebarnya
secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminalis, yang disertai
kerusakan dinding alveolus.
- Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan
oleh hipersensitivitas cabang-cabang trakeobronkial terhadap pelbagai jenis
rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran
napas secara periodic dan reversible akibat bronkospasme.
- Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan
bronkiolus kronik yan mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk
infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau
benda-benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor, pembuluh
darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.
C.
Etiologi
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit
ini dikaitkan dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara
lain:
- Merokok sigaret yang berlangsung lama
- Polusi udara
- Infeksi peru berulang
- Umur
- Jenis kelamin
- Ras
- Defisiensi alfa-1 antitripsin
- Defisiensi anti oksidan
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap terjadinya PPOK
adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan.
D.
Patofisiologi/Pathway
Fungsi paru mengalami
kemunduran dengan datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru
dan dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut, kekuatan
kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit bernapas.
Fungsi paru-paru menentukan
konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam
paru-paru untuk digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya
dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan
oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan mendatangkan
proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan apda dinding bronkiolus
terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil
(bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase
ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada saat
ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (air
trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan segala
akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi
dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi,
distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan
(Brannon, et al, 1993).
E.
Tanda dan
Gejala
Tanda
dan gejala akan mengarah pada dua tipe pokok:
1. Mempunyai gambaran klinik dominant kearah
bronchitis kronis (blue bloater).
2. Mempunyai gambaran klinik kearah emfisema (pink puffers).
Tanda
dan gejalanya adalah sebagai berikut:
1.
Kelemahan badan
2.
Batuk
3.
Sesak napas
4. Sesak napas saat aktivitas dan napas
berbunyi
5.
Mengi atau wheeze
6.
Ekspirasi yang memanjang
7.
Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut.
8.
Penggunaan otot bantu pernapasan
9.
Suara napas melemah
10. Kadang
ditemukan pernapasan paradoksal
11. Edema kaki,
asites dan jari tabuh.
F.
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah
sebagai berikut:
1.
Pemeriksaan radiologis
Pada
bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a.
Tubular
shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar
dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus
yang menebal.
b.
Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
a.
Gambaran
defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan
ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer.
b. Corakan
paru yang bertambah.
2.
Pemeriksaan faal paru
Pada
bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah dan KTP
yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM
(kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih
jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya pada
saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
3.
Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi
hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan
penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan
salah satu penyebab payah jantung kanan.
4.
Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock
wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan
dan P pulmonal pada hantaran II, III,
dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S
kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
5.
Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab
infeksi.
6.
Laboratorium darah lengkap
G.
Penatalaksanaan
Tujuan
penatalaksanaan PPOK adalah:
1.
Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasiu gejala
tidak hanya pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam
melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit
apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penatalaksanaan
PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
- Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara.
- Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
- Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
- Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih controversial.
- Pengobatan simtomatik.
- Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
- Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat 1 – 2 liter/menit.
- Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a.
Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu
pengeluaran secret bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih
penderita agar bisa melakukan pernapasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban oalh raga tertentu,
dengan tujuan untuk memulihkan kesegaran jasmani.
d. Vocational
guidance, yaitu usaha
yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e. Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan
untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit yang dideritanya.
H.
Pengkajian
Pengkajian
mencakup informasi tentang gejala-gejala terakhir dan manifestasi penyakit
sebelumnya. Berikut ini beberapa pedoman pertanyaan untuk mendapatkan data
riwayat kesehatan dari proses penyakit:
- Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan?
- Apakah aktivitas meningkatkan dispnea?
- Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
- Kapan pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
- Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
- Riwayat merokok?
- Obat yang dipakai setiap hari?
- Obat yang dipakai pada serangan akut?
- Apa yang diketahui pasien tentang kondisi dan penyakitnya?
Data
tambahan yang dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan sebagai berikut:
- Frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
- Apakah pernapasan sama tanpa upaya?
- Apakah ada kontraksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
- Apakah ada penggunaan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
- Barrel chest?
- Apakah tampak sianosis?
- Apakah ada batuk?
- Apakah ada edema perifer?
- Apakah vena leher tampak membesar?
- Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
- Bagaimana status sensorium pasien?
- Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Palpasi:
- Palpasi pengurangan pengembangan dada?
- Adakah fremitus taktil menurun?
Perkusi:
- Adakah hiperesonansi pada perkusi?
- Diafragma bergerak hanya sedikit?
Auskultasi:
- Adakah suara wheezing yang nyaring?
- Adakah suara ronkhi?
- Vokal fremitus nomal atau menurun?
I.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien
mencakup berikut ini:
- Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
- Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
- Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
- Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
- Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
- Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
- Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
- Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.
Masalah
kolaboratif/Potensial komplikasi yang dapat terjadi termasuk:
Gagal/insufisiensi pernapasan
- Hipoksemia
- Atelektasis
- Pneumonia
- Pneumotoraks
- Hipertensi paru
- Gagal jantung kanan
J.
Intervensi
Keperawatan
- Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan:
Pencapaian
bersihan jalan napas klien
Intervensi keperawatan:
a.
Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali
terdapat kor pulmonal.
b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan
teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
c. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser,
inhaler dosis terukur, atau IPPB
d. Lakukan drainage postural dengan perkusi
dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.
e. Instruksikan pasien untuk menghindari
iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
f. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi
yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan
warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada,
keletihan.
g. Beriakn antibiotik sesuai yang diharuskan.
h. Berikan dorongan pada pasien untuk
melakukan imunisasi terhadap influenzae
dan streptococcus pneumoniae.
- Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
Tujuan:
Perbaikan
pola pernapasan klien
Intervensi:
a. Ajarkan klien latihan bernapas
diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
b. Berikan dorongan untuk menyelingi
aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat keputusan tentang
perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
c. Berikan dorongan penggunaan latihan
otot-otot pernapasan jika diharuskan.
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
Tujuan:
Perbaikan
dalam pertukaran gas
Intervensi
keperawatan:
a. Deteksi
bronkospasme saat auskultasi .
b.
Pantau
klien terhadap dispnea dan hipoksia.
c.
Beriakn
obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid
dengan tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya.
d.
Berikan
terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi
sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
e. Pantau
pemberian oksigen.
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
Tujuan:
Memperlihatkan
kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas yang mungkin.
Intervensi keperawatan:
a. Kaji respon individu terhadap aktivitas;
nadi, tekanan darah, pernapasan.
b. Ukur tanda-tanda vital segera setelah
aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda
vital.
c. Dukung pasien dalam menegakkan latihan
teratur dengan menggunakan treadmill dan
exercycle, berjalan atau latihan
lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
d. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir
dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
e. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi
fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.
f. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan
sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
g. Tingkatkan aktivitas secara bertahap;
klien yang sedang atau tirah baring lama mulai melakukan rentang gerak
sedikitnya 2 kali sehari.
h. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas
dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih
singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.
i.
Secara
bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat
tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.
- Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
Tujuan:
Kebutuhan
nutrisi klien terpenuhi.
Intervensi
keperawatan:
a. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat
ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
b.
Auskultasi bunyi usus
c. Berikan perawatan oral sering, buang
sekret.
d. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan
sesudah makan.
e. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering,
tidak perlu dikunyah lama.
f. Hindari makanan yang diperkirakan dapat
menghasilkan gas.
g. Timbang berat badan tiap hari sesuai
indikasi.
- Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
Tujuan:
Kebutuhan
tidur terpenuhi
Intervensi
keperawatan:
a. Bantu klien latihan relaksasi ditempat
tidur.
b. Lakukan pengusapan punggung saat hendak
tidur dan anjurkan keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.
c. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur,
biasanya posisi high fowler.
d. Lakukan penjadwalan waktu tidur yang
sesuai dengan kebiasaan pasien.
e. Berikan makanan ringan menjelang tidur
jika klien bersedia.
- Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan:
Kemandirian
dalam aktivitas perawatan diri
Intervensi:
a.
Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik
dengan aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.
b.
Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan
dalam jarak dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan
dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.
c. Ajarkan tentang postural drainage bila
memungkinkan.
- Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
Tujuan:
Klien
tidak terjadi kecemasan
Intervensi
keperawatan:
a. Bantu klien untuk menceritakan kecemasan
dan ketakutannya pada perawat.
b. Jangan tinggalkan pasien sendirian selama
mengalami sesak.
c. Jelaskan kepada keluarga pentingnya
mendampingi klien saat mengalami sesak.
- Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Tujuan:
Pencapaian
tingkat koping yang optimal.
Intervensi keperawatan:
a.
Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan
semangat yang ditujukan pada pasien.
b. Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi
gejala
c. Ajarkan teknik relaksasi atau berikan
rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
d.
Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari
bila tersedia.
e.
Tingkatkan harga diri klien.
f.
Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan
kekesalan yang sangat menumpuk.
- Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.
Tujuan:
Klien
meningkat pengetahuannya.
Intervensi
keperawatan:
a. Bantu pasien mengerti tentang tujuan
jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan pasien tentang penyakit dan
perawatannya.
b. Diskusikan keperluan untuk berhenti
merokok. Berikan informasi
tentang sumber-sumber kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih
bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
2.
Long Barbara C. (1996) Perawatan medical Bedah Suatu pendekatan Proses keperawatan, alih
bahasa: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran Bandung, Bandung.
3.
Darmojo; Martono (1999) Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Jakarta: Balai penerbit FKUI
4.
Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, alih bahasa:
Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta:
EGC
5.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2001) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, edisi ketiga, Jakarta: balai Penerbit
FKUI
6.
Nugroho, Wahjudi (2000) Keperawatan Gerontik, edisi 2, Jakarta: EGC
7.
Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati,
edisi 3, Jakarta:
EGC
8.
Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa
Keperawatan, alih bahasa: Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC