Minggu, 25 September 2011

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE


                                                                           BAB I
KONSEP DASAR

A.  Pengertian

Stroke adalah kehilangan fungsi otot yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak.
( Brunner, 2002; 2131 ).
Stroke adalah sindrom klinis yang awalnya timbulnya mendadak, progresi cepat berupa defisit neurologis fokal dan atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian dan saemata – mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic.
( Mansjoer, 2002 ; 17 )
Stroke adalah penyakit serebrovaskuler menunjukkan adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
( Doenges, 2000; 290 )

B.   Etiologi

1.      Trombosis ( bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher )
2.      Emboli Serebral
Bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain.
3.      Iskemia
Penurunan aliran darah ke area otak.
4.      Hemoragi Serebral
Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
( Brunner, 2002 : 2131 - 2132 )

C.  Faktor Resiko

1.      Yang tidak dapat diubah :
a.       Usia
b.      Jenis Kelamin laki – laki
c.       Ras
d.      Riwayat keluarga
e.       Riwayat TIA atau Stroke
f.       Penyakit jantung koroner
g.      Fibrilasi atrium
h.      Heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria
2.      Yang dapat diubah
a.       Hipertensi
b.      DM
c.       Merokok
d.      Penyalahgunaan alcohol dan obat
e.       Kontasepsi oral
f.       Hemotokrit meningkat
g.      Hiperurisenia
h.      Dislipidemia
( Mansjoer, 2002; 18 )

D.  Tanda Dan Gejala

1.      Defisit lapang pandang ( pengelihatan )
a.       Hemonimus, hemianopsia ( kehilangan setengah lapang pengelihatan )
Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan pengelihatan.
b.      Kehilangan pengelihatan perifer
Kesulitan melihat pada malam hari
c.       Diplopia
Penglihatan ganda
2.      Defisit motorik
a.       Hemiparesis
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama
b.      Hemiplegia
Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama ( karena lesi pada hemisfer yang berlawanan )
c.       Ataksia
Berjalan tidak mantap, tegak.
d.      Disartia
Kesulitan dalam membentuk kata.
e.       Disfagia
Kesulitan dalam menelan.
3.      Defisit sensorik
Parestesia ( terjadi pada sistem berlawanan dari lesi )
Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4.      Defisit verbal
a.       Afasia ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
b.      Afasia reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara tapi tidak masuk akal.
c.       Afasia global
5.      Defisit Kognitif
Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.
Penurunan lapang perhatian.
Perubahan penilaian
6.      Defisit emosional
Kehilangan kontrol diri.
Depresi, menarik diri.
Perasaan isolasi.
( Brunner, 2002; 2135 – 2136 )


E.   Klasifikasi

1.      Serangan iskhemia sejenak (S.I.S. / T.I.A)
Suatu stroke dimana gejala-gejalanya, seperti hemiparesis, monoparesis / dispnea, menghilang dalam 24 jam.
2.      Stroke in evolution
Suatu stroke yang cepat bertambah baik, maka stroke in evolution adalah suatu stroke yang semakin bertambah gawat keadaannya.
3.      Completed stroke
Suatu stroke yang memperhatikan tanda-tanda defisit neurologis yang telah tetap. Defisit neurologis itu dapat merupakan hemiplegi, monoplegi / afasia.
Completed stroke dibagi dalam :
a.       Non haemorhage completed stroke (infark karena thrombus / embolus)
b.      Haemorrhagie completed stroke (dengan pendarahan)
(Ngurah, 1991 ; hal 294)

F.   PATHWAY

Text Box: 6





7
 
G.  Pemeriksaan Diagnostik 

1.      Angiografi serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik kolusi / ruptur.
2.      Skan CT : memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark. Catat mungkin tidak dengan segera menunjukkan semua perubahan tersebut.
3.      Fungsi lumbal, menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis emboli, serebral dan TIA
4.      MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arteriovena (MA)
5.      Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah s.arteri karotis (aliran darah / muncul plak)
6.      EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gel otak dan mungkin memperlihatkan darah lesi yang spesifik
7.      Sinar x tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral : klasifikasi persial dinding aneurisma pada perdarahan sub arachnoid.
(Doenges, 2002 ; 292)



H.  Penatalaksanaan

1.      Bantuan kepatenan jalan nafas
-          Ventilasi berbantuan O2
-          Trakeostomi
2.      Tirah baring
3.      Penatalaksanaan cairan dan nutrisi
4.      Obat-obatan :
-          Anti hipertensi
-          Anti fibrinditi
-          Anti spasmodic
-          Anti konvulson
-          Anti pinetik
-          Kortika steroid
5.      EEG dan pemantauan jantung
6.      Hipotema
7.      Pantau TIK
8.      Pemasangan kateter indwelling
9.      Rehabilitas neurologis
(Tucker, 2002 ; 98)

Perawatan :
1.      Demam
Diobati secara agresif dengan anti piretik dengan kompres dingin
2.      Nutrisi
Tes kemampuan menelan, bila negatif / pasien dengan kesadaran menurun, berikan makanan enteral melalui pipa NGT.
3.      Fisioterapi dada setiap 4 jam untuk mencegah atelektasis paru pada pasien yang tidak bergerak
4.      Aktivitas : harus dimobilisasi dan fisioterapi
(Mansjoer, 2002 ; 23-24)

 

I.    PENGKAJIAN 

1.      Aktivitas / istirahat
Gejala      :  Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis (hemiplegia).
Tanda      :  -  Gangguan tonus otot (floksid, spastis) ; paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan.
-    Gangguan pengelihatan
-    Gangguan tingkat kesadaran
2.      Sirkulasi
Gejala      :  Adanya penyakit jantung (MI, reumatik / penyakit jantung vaskuler, GJK, endokarditis, polisitemia, riwayat hipotensi postural>
Tanda      :  -  HT arterial (dapat ditentukan / terjadi pada CSU) sehubungan dengan adanya embolisme /malformasi vaskuler. 
-    Nadi : frekuensi dapat bervariasi (karena ketidakstabilan fungsi jantung, obat-obatan, efek stroke pada pusat vasomotor).
-    Disritmia, perubahan EKG
-    Desiran pada karotis, femoralis dan arteri iliaka / aorta yang abnormal
3.      Integritas ego
Gejala      :  Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda      :  -  Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira
-    Distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan), bising usus negatif.
4.      Makanan / cairan
Gejala      :  -  Nafsu makan hilang
-     Mual, muntah, selama fase akut (peningkatan TIK)
-    Kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfogia
-    Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah
Tanda      :  -  Kesulitan menelan, obesitas

5.      Neurosensori
Gejala      :  -  Sinkope / pusing
-    Sakit kepala
-    Kelemahan / kesemutan / kebas
-    Penglihatan menurun
-    Sentuhan : hilangnya rangsang sensorik kontralateral (pada sisi yang berlawanan) pada ekstermitas
-    Gangguan rasa pengucapan dan penciuman
Tanda      :  -  Standar mental / tingkat kesadaran pada wajah terjadi paralysis / parase, afasia
-    Kehilangan kemampuan untuk mengenali / menghayati masuknya rangsangan visual, pendengaran, taktil
-    Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien ingin menggerakannya (apraksia)
-    Ukuran / reaksi pupil tidak sama, dilatasi / miosis pupil ipsilateral (perdarahan / herniasi)
-    Kekakuan nukul, kejang
6.      Nyeri / kenyamanan
Gejala      :  -  Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda      :  -  TL yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada otot / fasia.
7.      Pernafasan
Gejala      :  -  Merokok
Tanda      :  -  Ketidakmampuan menelan / batuk / hambatan jalan nafas
-    Timbulnya pernafasan sulit
-    Suara nafas terdengar / ronki
8.      Keamanan
Tanda      :  -  Motorik / sensorik : masalah dengan pengelihatan
-    Perubahan persepsi terhadap orientasi tentang tubuh
-    Tidak mampu mengenal obyek warna, kata, dan wajah yang pernah dikenalinya dengan baik
-    Gangguan berespon terhadap panas dan dingin / gangguan regulasi suhu tubuh
-    Kesulitan dalam menelan
9.      Interaksi sosial
Tanda      :  -  Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala      :  -  Adanya riwayat HT pada keluarga, stroke (faktor resiko) pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alcohol.
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 7,5 hari.
(Doengoes, 2002 : 290-292)

J.   FOKUS INTERVENSI

1.      Dx         :   Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah ; gangguan oklusif, temoragi, vasospasme serebral, edema serebral. 
KH        :   -  Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya / membaik, fs kognitif, dan motorik / sensorik
-      Mendemonstrasikan TTV stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
-      Menunjukkan tidak ada kelanjutan / kekambuhan defisit
Intervensi :
1.      Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan / penyebab khsusu selama koma / penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
2.      Pantau / catat status neurologis seseorang mungkin dan bandingkan dengan keadaan normalnya / standar
3.      Pantau TTV, seperti :
-          Adanya HT / hipotensi
-          Frekuensi dan irama jantung, auskultasi adanya murmur
-          Catat pola dan irama dari pernafasan
4.      Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya
5.      Catat perubahan dalam pengelihatan
6.      Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi
7.      Letakkan kepala lebih tinggi dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi anatomis
8.      Pertahankan tirah baring : ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung / aktivitas pasien sesuai indikasi
9.      Cegah terjadinya mengejan saat defekasi dan pernafasan memaksa
10.  Kaji regiditas nukal kedutan
11.  Kolaborasi
-          Berikan oksigen sesuai indikasi
-          Berikan obat sesuai indikasi

2.      Dx         :   Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler, kelemahan, parestasia, flaksia / paralysis hipotonik (awal), paralysis spastis
KH        :   -  Mempertahankan posisi dari fungsi yang dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur, foot drop
-      Mempertahankan integritas kulit
-      Mempertahankan / meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena
Intervensi :
-          Kaji kemampuan secara fungsional / luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur
-          Ubah posisi minimal 2 jam
-          Letakkan pada posisi telungkup satu kali / 2 kali sehari jika pasien dapat mentolerirnya
-          Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstrimitas saat masuk
-          Sokong ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki selama periode panalis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral
-          Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi tegak, sesuai indikasi
-          Evaluasi penggunaan alat bantu untuk pengukuran posisi / pembalut selama periode paralisis spastik
-          Tempatkan bantal dibawah oksila untuk melakukan obstruksi pada tangan
-          Tinggikan tangan dan kepala
-          Tempatkan “hand rool” keras pada telapak tangan dengan jari-jari dan ibu jari saling berhadapan
-          Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi
-          Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan gulungan / bantalan trokunder
-          Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk Disisi tempat tidur
-          Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau tanda lain dari yang sirku
-          Inspeksi dari kursi terutama pada daerah-daerah yang menonjol secara teratur
-          Bangunkan dari kursi sesegera mungkin setelah TTV stabil, kecuali pada hemorogik serebral
-          Alasi kursi duduk dengan busa / balon air dan bantu pasien untuk memindahkan BB dengan interval yang teratur
-          Susun tujuan dengan pasien / orang terdekat untuk berpartisipasi dalam aktivitas / latihan dan mengubah posisi
-          Anjurkan pasien untuk membantu pengerjaan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakti untuk menyokong / menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan
-          Kolaborasi
-          Berikan tempat tidur dengan matras bulat, tempat tidur air, alat flotasi / tempat tidak khusus, sesuai indikasi
-          Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif dan ambulasi pasien
-          Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperti tens sesuai indikasi
-          Berikan obat relaksan otot, antispasmodic sesuai indikasi

3.      Dx         :   Komunikasi, kerusakan verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus / kontrol / otot fasial / oral, kelemahan / kelelahan umum
KH        :     Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
-      Membuat metode komunikasi dimana lebih dapat diekspresikan
-      Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
(Doenges, 2002 : 295-297)

Intervensi :
1.      Kaji tipe defisit komunikasi
2.      Kaji konsep pasien untuk berbicara memahami, membaca dan menulis
3.      Berdiri di dalam garis pandang pasien, ketika berbicara biarkan pasien mengamati bibir dan tangan
4.      Berbicara dengan dalam suara normal, jangan berteriak / berbicara dengan keras
5.      Berbicara dengan perlahan menggunakan kalimat yang sederhana dan kosakata yang umum digunakan, kosakata yang mudah dipahami oleh pasien
6.      Mintahlah pasien untuk bertanya yang dapat dijawab dengan respon ya / tidak
7.      Berikan waktu pada pasien untuk berespons terhadap pertanyaan
8.      Jadilah pendukung dan menerima perilaku karena pasien memperlihatkan tanda frustasi
9.      Berikan kepastian bahwa suara bicara akan membaik dalam beberapa waktu
10.  Berikan kartu bercahaya dengan gambar dan kata-kata dari objek yang dapat ditunjukkan oleh pasien
11.  Konsulkan dengan ahli terapi suara untuk mengidentifikasi cara komuniksi yang tepat

4.      Dx         :   Defisit perawatan diri hygiene berhubungan dengan mobilitas fisik dan gangguan proses kognitif
KH        :     Kebutuhan hygiene, nutrisi eliminasi, toileting pasien terpenuhi 
Intervensi :
1.      Kaji derajat ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas perawatan diri
2.      Lakukan perawatan kulit setiap 5 jam
-          Gunakan losion yang mengandung minyak
-          Inspeksi bagian di atas terlalu menonjol / setiap hari untuk mengetahui adanya kerusakan.
3.      Berikan hygiene fisik total sesuai indikator
-          Sisir rambut setiap hari, keramas setiap minggu, sesuai indikasi, jaga agar kuku tetap terpotong rapi dan bersih
-          Lakukan hygiene oral setiap 4-8 jam
4.      Kaji dan pantau status nutrisi
5.      Berikan makanan melalui selang
6.      Lakukan pemberian mulut sesuai indikasi
-          Ganti menjadi cairan yang bening
-          Bantu saat memberikan makan sesuai kebutuhan
-          Observasi terhadap kesulitan menekan
-          Baringkan miring dengan kepala tempat tidur ditinggikan bila memberikan ……………
7.      Perbanyak masukan cairan sampai 200 ml / hari kecuali terdapat kontra indikasi
8.      Pastikan eliminasi teratur
9.      Berikan pelunak feces / enema sesuai pesanan

5.      Dx         :   Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit
KH        :      
Intervensi :
1.      Kaji tingkat pengertian tentang penyesuaian terhadap ketidakmampuan
2.      Jelaskan pada keluarga :
-          Perlunya untuk memberikan dorongan untuk melakukan aktivitas dengan tidak bergantung pada orang lain sebanyak mungkin, sadarilah keterbatasan
-          Perlunya membuat sasaran yang realistic dan dapat dipakai dengan mudah
-          Perlunya menghindari perlindungan yang berlebihan
-          Perlunya memberikan penghargaan terhadap tugas-tugas yang dapat diselesaikan
-          Pentingnya mengatasi perubahan citra tubuh dan perubahan perilaku
-          Perlunya memberi waktu pada pasien untuk menjadi ekspresif
3.      Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
-          Bahan-bahan bacaan pada pasien
-          Menonton televisi
-          Mendengarkan radio
4.      Rencanakan waktu istirahat yang teratur, hindari keletihan
5.      Berikan dorongan untuk melakukan verbalisasi dan komunikasi diantara pasien dan keletihan
6.      Bersimpati terhadap kekesalan emosional tetapi tetaplah lembut dalam melakukan semua program
7.      Berikan penekanan tentang penjelasan dokter mengenai penatalaksanannya
8.      tekankan pentingnya rawat jalan berkelanjutan dan kunjungan tindak lanjut
9.      Tekankan pentingnya untuk mengikuti program rehabilitasi yang berkelanjutan
10.  Instruksikan pasien dan orang terdekat untuk mengikuti aturan diet yang teratur dan kebutuhan cairan
(Tucker, 1999 ; 490-493)


BAB II
RESUME KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
Selama 3 hari penulis melakukan pengelolaan pada Ny. B, umur 58 tahun, agama Kristen, jenis kelamin perempuan, alamat padi utara III K / 87 Semarang, penanggung jawab nama Ny. M, alamat padi utara III K / 87 Semarang, hubungan dengan klien anak. Diagnosa masuk stroke.
Pengkajian dilakukan pada tanggal 27 September 2006 jam 13.00 WIB didapat keluhan utama pusing, sulit menelan, tubuh sebelah kiri lemas, wajah merot ke kanan terasa mual. Riwayat kesehatan sekarang pasien merasa pusing, badan sebelah kiri lemas, wajah merot, terasa pada pagi hari, tanggal 22 September 2006, kemudian jam 14.00 WIB dibawa ke UGD. Di UGD oleh dr. B didiagnosa stroke, di UGD diberi infus 20 tts/menit, oleh dokter dianjurkan untuk diopname dan kemudian menempati ruang cempaka kamar 14-3. Selama dikaji kondisi pasien lemas, wajah merot ke kanan, sering cegukan, sering gemetar / tremor, pasien masih pusing, sulit menelan dan mual, dikaji pada tanggal 27 September 2006 jam 13.00 WIB. Riwayat kesehatan lalu ; pasien pernah dirawat di Rumah Sakit Panti Wiloso dr. Cipto dengan penyakit yang sama disertai dengan penyakit ginjal ± 4  bulan yang lalu.
Di dalam keluarga tidak ada yang menderita stroke maupun penyakit menurun (seperti DM) dan menular (seperti TBC).
Genogram




Keterangan :
         : Perempuan
         : Laki-laki
         : Penderita
         : Satu rumah

Keadaan kesehatan saat ini didiagnosa medis stroke, tidak ada tindakan operasi, obat-obatan yang diberikan, peroral Nurodin 3 x 1 tablet, captopril 12,5 mg 2 x 2 tablet, Diltiazem 30 mg 2 x 1 tablet, obat parenteral : infus ringer’s 20 tts/menit, injeksi Kalnex 4 x 1 gr, Choliner 3 x 250 mg, Cimetidin 2 x 1 mg. Hasil radiology kesan : ICH dan infark non hemorgik, multiple kecil-kecil. Hasil laboratorium RBC 3,03 106 mm3, HGB 9,3 gr/dl. HCT 27,7%, ureum 96,8, creatinin 2,8, chlorida 108,4 mmol/l.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum kesadaran composmentis, tekanan darah 180/100 mmHg, suhu 36 oC, nadi 80 x/mnt, RR : 20 x/mnt, kepala tidak ada lesi, kulit kepala bersih, rambut beruban, rontok, mata sclera putih, konjungtiva tidak anemis, telinga simetris, tidak ada serumen, pasien kurang mendengar suara pelan perawat dalam jarak ± 2 langkah. Hidung dapat membedakan bau minyak kayu putih dengan sabun, tidak ada penumpukan secret, mulut mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis, tidak menggunakan gigi palsu, bibir merot ke kanan leher ada kesulitan dalam menelan, pengembangan dada simetris, tidak ada nyeri tekan pada dada, toktil vermitas dada kanan kiri sama. Abdomen tidak ada asitas, bising usus 20 x/mnt, tidak ada teraba mada pada region 9, ekstrimitas  atas terpasang infus Ringer’s 20 x/mnt, pada tangan sebelah kanan, tangan sebelah kiri lemas, sering gemetar / tremor, untuk memegang lemah, bawah kaki kiri terlihat lemah.
Kekuatan otot :
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
Turgor kulit baik, tidak ada lesi

Pengkajian pada fungsional menurut Gordon, pola persepsi kesehatan dan pola manajemen kesehatan, status kesehatan pasien terganggu dengan adanya penyakitnya. Pasien masuk rumah sakit ingin penyakit cepat sembuh dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa gangguan. Pasien tetap mempertahankan kebersihan meski dalam keadaan sakit. Pasien mengetahui bahwa dia terkena stroke tetapi tidak tahu penyebab dan pengobatanyna. Nutrisi pada pola metabolik, di rumah sclera makan baik (habis 1 porsi), makan 3 x sehari, minum 4-5 gelas per hari, ada pantangan makan yaitu makanan yang banyak mengandung kolesterol, BB sebelum sakit : 51 kg, di rumah sakit pasien makan 3 x sehari, habis banyak 4 sendok karena sulit untuk menelan dan merasa mual, pasien juga sering cegukan, minum 4-5 gelas perhari, tidak menggunakan NGT. Diet yang dianjurkan adalah diet rendah garam, dan rendah kolesterol, lembek, tidak nafsu makan, BB : 48 kg. Pola eliminasi di rumah BAB 1 x sehari, tidak mengalami masalah BAK 4-5 x perhari tidak mengalami masalah. Di rumah sakit selama di rawat belum bisa BAB. BAK 4-5 x sehari urine encer, warna kuning, bau khas, tidak menggunakan alat bantu dalam eliminasi. Pola aktivitas / latihan di rumah pasien menjalankan aktivitas sendiri, pasien tidak merokok, berjalan tanpa menggunakan alat bantu, di rumah sakit pasien menjalankan aktivitas dibantu keluarga / perawat, klien merasa lemah dan terlihat lemas, gemetar. Jika berubah posisi pusing sangat terasa, pola istirahat tidur di rumah pasien mengatakan tidur 6-7 jam, kualitas baik, tidak mengalami kesulitan tidur. Di rumah sakit pasien mengatakan tidur 6-7 jam, tidak ada masalah, tidak ada lingkaran gelap di bawah mata, pasien tidur dengan nyenyak. Pola kognitif / perceptual kemampuan pendengaran berkurang pada suara pelan dengan jarak ± 2 langkah untuk penciuman dan merasakan dalam keadaan baik. Pengelihatan pasien kabur jarak ± 2 langkah. Pasien mengikuti peraturan rumah sakit dengan baik, mau minum obat-obat. Pola persepsi diri / konsep diri, pasien cemas dengan penyakitnya, pasien bisa mengungkapkan rasa sakitnya pada keluarga / perawat. Pasien berusaha semakin baik untuk kesehatannya, sering terlihat gugup, merasa tidak berdaya, kontak mata baik. Pola peran / hubungan ; pasien tidak bekerja, pasien tinggal dengan anaknya, pasien dapat berhubungan dengan keluarga, perawat dengan baik, dapat mengungkapkan rasa sakitnya secara lisan, pola seksualitas ; pasien sudah menoupouse, genetalia bersih tidak ada lesi, alat reproduksi pasien dapat berfungsi baik. Pola pemecahan masukan dan pengatasan stress, pasien mengambil keputusan dengan bantuan keluarga, pasien menyelesaikan masalah dengan mengungkapkan masalahnya dengan orang lain, dengan tidur. Pasien tidak menggunakan alcohol, kontak mata baik. Sistem kepercayaan nilai ; pasien beragama Kristen, pasien sering terlihat membaca alkitab di atas tempat tidur.

B.     Analisa Data dan Diagnosa
Tgl/ Jam
Data
Penyebab
Masalah
27/10
2007
14.00
DO:  Bagian tubuh sebelah kiri gemetar, terlihat lemas, kebutuhan dibantu oleh keluarga/ perawat. Kekuatan otot 
DS:   Pasien mengatakan lemas, masih gemetar
Penurunan kekuatan otot
Defisit perawatan diri

DO:  Kekuatan otot , terlihat lemas, dan gemetar TD 180/100 mmHg.
DS:   Pasien mengatakan lemas dan jika berubah posisi pusingnya akan sangat terasa.
Kelemahan
Gangguan mobilitas fisik.



DO:  Hb: 9,3 gr/dl, TD : 180/90 mmHg, terlihat lemas, cegukan, gemetar. 
DS:   Pasien mengatakan lemas, masih gemetar, pusing mual.
Peningkatan TD
Resi gangguan perfusi jaringan

DO:  Pasien makan  habis 4 sendok, BB turun 3 kg, selama sakit, ada kelemahan dalam menelan, Hb : 9,3 gr/dl, Lila 23 cm, hasil radiology IHC infarknon hemorogik. 
DS:   Pasien mengatakan sulit menelan, mual tidak nafsu makan.
Kerusakan neuromuskuler
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas :
1.      Resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan TD
2.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
3.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungand enggan kerusakan neuromuskuler
4.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.

C.    Intervensi, Implementasi, Evaluasi
Diagnosa : resiko gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan TD. Tujuan yang diharapkan gangguan perfusi jaringan tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam. Kriteria hasil tekanan darah 140/90 mmHg, Hb : 11-18,8 gr/dl, pusing berkurang sampai dengan hilang, mual berkurang, sampai dengan hilang,  pasien terlihat segar, intervensinya adalah pantau TTV, beri posisi dengan bagian kepala lebih tinggi, pertahankan tirah baring, ciptakan lingkungan yang tenang, ledaborasi dengan tim medis lainnya untuk pemberian therapi. Tindakan yang telah dilakukan dari tanggal 27 September 2006 sampai dengan 29 September 2006 yaitu mengukur TTV,memberi obat peroral dan injeksi Nurodin 1 tablet, kalnex 1 gr, dan Cholmox 250 gram, memberi makan. Evaluasi tanggal 29 September 2006 jam 19.00 WIB adalah pasien mengatakan pousing berkurang, tidak lagi mual, gemetar berkurang, tekanan darah pasien 170/100 mmHgf, pasien terlihat lemas, gemetar. Analisa masalah teratasi sbagian. Rencana tindakan selanjutnya adalah lanjutkan intervensi, pantau TTV, pertahankan tirah baring, pembeian terapi.
Diagnosa : gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan. Tujuan yang diharapkan gangguan mobilitas fisik teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam. Kriteria hasil pusing berkurang sampai dengan hilang, tekanan darah 140/90 mmHg, kekuatan otot , badan segar, gemetar berkurang sampai dengan hilang, intervensi : kaji kekuatan otot, ajari gerakan aktif pada semua ekstrimitas, pantau TTV, bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (dengan posisi kepala lebih tinggi). Tindakan yang telah dilakukan dari tanggal 27-29 September 2006 adalah mengukur TTV, membantu pasien untuk keseimbangan duduk dengan menaikkan bagian kepala, mengkaji kekuatan otot, memotivasi dan melatih untuk melakukan gerakan ekstrimitas. Evaluasi tanggal 29 September 2006 jam 13.00 WIB, didapatkan pasien mengatakan pusing berkurang, masih lemas, tekanan darah 170/100 mmHg, kekuatan otot , analisa masalah teratasi sebagian, rencana tindakan selanjutnya adalah lanjutkan semua intervensi untuk diaganosa ini.
Diganosa : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler. Tujuan yang diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam. Kriteria hasil makan habis ¾ - 1 porsi, nafsu makan bertambah, mual berkurang, sampai dengan hilang dapat menelan, intervensi anjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering, sajikan makan selagi hangat sesuai diit, berikan posisi yang nyaman saat makan. Berikan dukungan / semangat untuk makan, koordinasi dengan tim medis tentang diit rendah garam dan rendah kolesterol. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan tanggal 27-29 September 2006 memberi makan selagi hangat, memotivasi untuk makan banyak, memberikan penyuluhan pendidikan kesehatan tentang diit rendah garam. Evaluasi tanggal 29 September 2006 jam 13.00 WIB pasien mengatakan tidak mual lagi, nafsu makan bertambah, tidak lagi cegukan, masih sulit menelan, makan habis ¾ porsi, tidak lagi cegukan. Analisa masalah teratasi sebagian, rencana tindakan lanjutkan untuk semua intervensi diganosa 3. 
Diagnosa : Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan otot. Tujuan yang ingin dicapai pasien mampu memenuhi kebutuhan sendiri. Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam. Kriteria hasil melakukan aktivitas perawatan diri. Intervensi beri dukungan / semangat untuk melakukan aktivitas perawatan diri. Intervensi beri dukungan / semangat untuk melakukan aktivitas, beri Umpan balik positif usaha pasien, beri bantuan jika diperlukan kaji kemampuan pasien terhadap aktivitas perawatan diri, dekatkan barang yang dibutuhkan. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan tanggal 27-28 September 2006 memberi makan selagi hangat, membantu pasien untuk duduk. Hasil evaluasi tanggal 29 September 2006 didapatkan pasien mengatakan masih lemas, gemetar berkurang, kekuatan otot , masih lemas, gemetar berkurang. Analisa masalah belum teratasi, rencana tindakan lanjutkan intervensi. Lanjutkan untuk semua intervensi untuk diagnosa 4.

BAB III
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan menggunakan pembahasan dan membandingkan antara teori yang ada dalam tinjauan pustaka dengan kenyataan selama memberikan asuhan keperawatan pada Ny. B dengan stroke.
1.      Resti gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan TD
Masalah ini muncul dengan didukung adanya data : Hb : 9,3 gr/dl, TD 180/100 mmHg, terlihat lemas, cegukan gemetar, pasien menyatakan lemas, masih gemetar, pusing, mual.
Diagnosa ini diambil sebagai diagnosa utama karena jika tidak diatasi dapat menyebabkan penurunan tingkat kesadaran, perubahan tanda “vital” kehilangan memori sehingga penulis mengutamakan penyelesaian masalah ini.
Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah memantau TTV rasionalnya adalah variasi mumgin terjadi oleh karena tekanan / trauma serebral pada dareah vasomotor otak. Letakkan kepala dngan posisi agak tinggi. Rasionalnya adlaha untuk menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi / perfusi serebral.


2.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan
Pengertian diagnosa ini adalah keadaan dimana seorang individu mengalamai atau beresiko mengalami keterbatasan geark fisik, tetapi bukan imobil (Carpenito, 2000 ; 240).
Masalah ini muncul dengan didukung adanya data : kekuatan otot , terlihat lemas, dan gemetar, TD 180/100 mmHg, pasien mengatakan lemas danjika berubah posisi pusingnya akan sangat terasa. Apabila masalah ini tidak diatasi mengakibatkan keterbatasan rentan gerak, dan eggan untuk bergerak. Intervensinya adalah kaji kekuatan otot, ajari gerak aktif pada semua ekstermitas, pantau TTV, implementasi untuk mengatasi masalah tersebut penulis melakuakan tindakan keperawatan membantu pasien untuk keseimbangan duduk dengan menaikkan bagian kepala, rasionalnya adalah untuk meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terbentuknya edema. Mengkaji kekuatan otot, rasionalnya untuk mengidentifikasi kekuatan / kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Memberikan obat peroral, rasionalnya mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstrimitas yang terganggu, evaluasi pada tanggal 29 September 2006 jam 13.00 WIB adalah pasien mengatakan pusing berkurang, masih lemas, TD : 170/100 mmHg, kekuatan otot , masalahnya belum teratasi. 

3.      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungand enggan kerusakan neuromuskuler
Pengeertian diagnosa ini adlaha kondisi ini dialami oleh individu yang tidak mengalami puasa / beresiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan tidak cukupnya masukan / motabilisme nutrisi untuk kebutuhan metabolisme (Carpenito, 2000 ; 645).
Masalah ini muncul dengan didukung adanya data : Hb : 9,3 gr/dl, TD : 180/100 mmHg, terlihat lemas, cegukan gemetar, pasien mengatakan lemas, masih gemetar, pusing dan mual, masalah nutrisi ini jika tidak diatasi akan menyebabkan malnutrisi. Dimana malnutrisi ini dikarnakan defisiensi protein, kalori / keduanya dapat menyebabkan malnutrisi energi protein yang dikenal dengan kwasbiarkor atau marasmus.
Untuk mengatasi masalah ini maka tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya : memberikan makanan dlama jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dan teratur. Rasionalnya meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerja sama paien saat makan. Hasil evaluasi ini dilakukan penulis tanggal 29 September 2006 adalah pasien mengatakan tidak mual lagi, nafsu makan bertambah, tidal lagi cegukan, masih sulit menelan, makan habis ¾ porsi tidak lagi cegukan. Masalahnya teratasi sebagian.


4.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Pengertian diganosa ini adalah keadaan dimana individu mengalami suatu kerusakan fungsi motorik / fungsi kognitif yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan masing-masing dari kelima aktivitas perawatan diri (Carpenito, 1998 ; 325).
Masalah ini muncul dengan didukung adanya data : bagian tubuh sebelah kiri gemetar, terlihat lemas, kebutuhan dibantu oleh keluarga / perawat.  Pasien mengatakan lemas, masih gemetar.
Untuk mengatasi masalah dilakukan tindakan keperawatan emberikan bantuan sesuai kebutuhan.

BAB IV
IMPLIKASI

Penulis setelah melakukan pengelolaan selama 3 hari, ditemukan diagnosa baru yang tidak sesuai dengan konsep dasar. Diagnosa yang muncul adalah nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
Diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan neuromuskuler diangkat sebagai diagnosa karena dalam pengkajian ditemukan data-data yang menguatkan pengangkatan diagnosa tersebut. Data tersebut adalah pasien makan habis 4 sendok, BB turun 3 kg selama sakit, ada kelemahan dalam menelan, Hb : 9,3 gr/dl, Lila 23 cm. Hasil radiology ICH dan infark non hemoragik, pasien mengatakan sulit menelan, mual dan tidak nafsu makan.
Tujuan dari pengangkatan diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan adalah agar kebutuan nutrisi pasien terpenuhi, tidak terjadi penurunan BB, untuk menangani diagnosa tersebut penulis merencakan tindakan seperti anjurkan pasien untuk makan sedikit-sedikit tapi sering, sajikan makan selagi hangat sesuai diit, berikan posisi yang nyaman saat makan, beri dukungan / semangat  untuk makan dan Kolaborasi dengan tim medis lainnya tentang diit rendah garam, dan rendah kolesterol.

Tindakan yang penulis lakuakna dalah memberikan makansian selagi hangat. Memotivasi untuk makan banyak, memberikan penyuluhan diit. Evaluasi tanggal 29 September 2006 jam 13.00 WIB adalah pasien mengatakan tidak mual lagi,  nafsu makan bertambah, tidak lagi cegukan, masih sulit menelan, makan habis ¾ porsi, tidak lagi cegukan. Analisa masalah teratasi sebagian, untuk rencana tindak lanjut. Lanjutkan semua intervensi untuk diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kerusakan neurmuskuler.

DAFTAR PUSTAKA
 

1.      Harrizon, 2000, Prinsip Ilmu Keperawatan Penyakit Dalam, EGC : Jakarta.
2.      Mansjoer, Arif, 2002, Ilmu Penyakit Saraf, EGC : Jakarta.
3.      Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC : Jakarta.
4.      Ngoerah, 1991, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlangga Universitas Press.
5.      Brunner dan Suddarth, 2002, Buku Ajar KMB, EGC : Jakarta.
6.      Silvia dan Price, 2000, Patofiologi, EGC : Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar